Blogroll

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 25 September 2012

NESTAPA

Lembayung senja menjadi saksi bisu kepedihanku... Aku duduk terpaku menatap burung-burung yang akan kembali pada sangkarnya...dedaunan yang menari tak beraturan dan suara riuh angin yang menebarkan bau harum kenanga setaman.. Inikah luka, akhir dari sebuah cinta yang berbuah menjadi nestapa. Ku rajut kembali sebuah rasa yang membuatku tenggelam.. Mencoba merangkak menusuri kehidupan.. dengan segala kelemahanku,

Ungkapanku

Aku memang mencintaimu tapi kau tak pernah bisa memberi keindahan dalam hatiku! Tanpa kau sadari kau selalu melukaiku dengan kata-katamu. Kau tau? Aku tidak pernah suka dibanding-bandingkan dengan orang lain. Dengan orang yang tidak kupunyai dalam diriku. Perlu kau tau, aku adalah gadis biasa, tidak istimewa hanya sederhana. Aku bukan mawar diantara melati. Aku juga bukan rembulan diantara para bintang. Tak usah kau bandingkan aku, aku sudah tau. Pada hakekatnya setiap manusia itu sama. Setiap orang mempunyai keutamaan dan keterbelakangan yang berbeda. Maka dari itu tak kan pernah ada manusia yang sempurna. Dibalik kelebihannya pasti ada kekurangannya. Demikian juga dibalik kekurangannya selalu ada kelebihan. Jadi tak usah kau samakan aku dengan yang lain! Aku hanya ingin dicintai apa adanya. Jika kau tak mencintaiku... Kau boleh pergi! Bahkan saat ini aku tak mengharapkanmu lagi... Cintaku telah hanyut hilang dihempas amarah. Cintaku tak lagi bening seperti embun di pagi hari. Cintaku telah redup bagai rembulan ditelan awan hitam. Kau pergi tanpa membuat sayapku patah! Aku akan tetap terbang mengelilingi angkasa menikmati dunia dengan indahnya. Silahkan kau pergi karena sesungguhnya dirimu tak berarti lagi!!!!!!

Sabtu, 22 September 2012

IMPIAN DALAM PETANG



Jangan biarkan nafsumu menyibukkan jiwamu.........
Kata-kata itulah yang bisa membangkitkan semangatku! Kata-kata yang ku terima ketika aku masih berada dalam penjara suci. Aku selalu merasa jenuh dengan kehidupanku. Entah apa yang sebenarnya aku inginkan dari kehidupanku ini. Berulang kali aku selalu terobsesi dengan kebebasan, bahwa aku ingin bebas,bak anak panah meluncur lepas. Bahkan  selama ini aku selalu menuruti kehendak hatiku karena bagiku hati adalah raja sementara jiwa hanyalah hamba.Aku termasuk kategori manusia yang mempunyai cita-cita tinggi. Ketika aku berusia 7 tahun aku ingin menjadi Astrounut kemudian berganti ingin menjadi seorang Dokter karena waktu itu Andy sedang sakit parah hingga akhirnya ia meninggal. Semenjak ia meninggal aku selalu merasa sepi meskipun itu di tengah-tengah keramaian dunia. Bahkan sampai saat inipun aku masih mengenangnya, aku tak kan pernah bisa melupakan dia. Dia satu-satunya sahabat kecilku yang juga menjadi cinta pertamaku. Ya,  first love ...”cinta pertama itu akan abadi” demikian kata orang yang selalu aku dengar. Teman-temanku selalu mengira bahwa aku tidak normal, karena hanya aku diantara mereka yang belum pernah jatuh cinta. Selama ini aku tidak pernah peduli dengan seseorang yang mencoba hadir dalam hidupku. Karena kekasih hatiku hanya Andy, hanya dia pemilik hatiku. Selama aku hidup aku hanya menikmatinya dengan merenung memikirkan Andy, melukis wajahnya dalam sanubariku dan selalu berharap aku akan menemukan dia di dunia ini. Aku yakin suatu saat aku pasti akan menemukan Andy disini. Dia juga pernah berjanji padaku, bahwa dia akan kembali jika aku berhasil membangunkan sebuah istana. Entah istana apa yang ia maksud, mungkin istana presiden, pikirku. Karena cintaku berjalan di atas arus yang benar...cintaku terlahir dari ketulusan. Cintaku telah menggerakkan seluruh potensi yang aku miliki untuk menjadi sebuah karya, mendorong semangatku untuk selalu melakukan yang terbaik. Karena aku hanya ingin bertemu dengan belahan jiwaku.
            Dalam remang-remang cahaya aku menemukan dia, dia menyambutku dengan ramah. Tak sekasar Ruki Maro ketika menarik-narik tanganku dan menyuruhku sesuka hatinya. Andy memang beda dari yang lain. Wajahnya yang tampan dan perangainya yang luhur membuat hatiku semakin terpesona olehnya. “Dinda... maukah kau ikut denganku?”.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman pertanda bersedia ikut dengannya. Saat itu seakan jiwaku melayang dibawanya, aku mulai merasa asing dan tak mengenali dunia. “Siapa itu?” tanyaku ketika melihat seorang laki-laki yang terus menerus disiksa hingga badannya berlumuran darah tapi tak seorangpun disekitarnya yang mau menolongnya. Kemudian ia menjawab “ itu Pak Hendro yang dulunya DPR pusat, yang selalu korupsi memakan uang rakyat”. Aku masih belum jelas dengan apa yang dimaksud Andy, kemudian aku balik bertanya lagi pada dia “ lantas, mengapa ia di tempat ini? Dan mengapa orang yang berjubah hitam tadi terus menyiksanya? Aku ingin sekali menolongnya membebaskan ia dari siksaan yang menimpanya tadi”.
“Tapi kau tak kan bisa...” jawabnya di selingi dengan senyuman yang kecut Kemudian pandanganku tertuju pada segerombolan gadis-gadis yang telanjang bulat, mereka menangis dan terkadang menjerit-jerit hingga aku tak sanggup mendengar jeritannya, lantas aku bertanya lagi “ negeri apa ini? mengapa di negri ini hanya ada penderitaan dan kesengsaraan? tidak ada undang-undangkah? yang mengatur segala hukum di negeri ini? hingga penduduknya hidup sejahtera?”. Kemudian ia menatapku sembari berkata “ aku akan menunjukkan negeri kedamaian yang segala penduduknya hidup bahagia” . Aku hanya mengikutinya dengan pasrah karena aku tidak tau negri ini negri mana, yang aku tau hanya ini bukan negriku Indonesia. “Itu..semua orang hidup rukun dan sejahtera” tunjuknya yang di ikuti dengan pandangan mataku. “Negri mana lagi ini?” tanyaku kemudian. Aku hanya melihat kebahagiaan di negri itu, manusianya kaya-kaya nan rupawan.’ Mungkin negri Mesir yang kata orang wanitanya titisan Cleopatra atau mungkin orang  Latina? Yang katanya keturunan Monalisa...”pikirku. Kemudian ia meraih tanganku aku pun nampak gugup akibat nervous karena baru pertama kali aku disentuh cowok. “Maukah kau berjanji padaku?” kata Andy dengan tatapannya yang serasa menembus jantungku. “Apa?” tanyaku malu.
“Aku hanya ingin kau tetap Adinda yang aku kenal, yang polos nan lugu...dan selalu berpegang teguh kepada keduanya, Al-quran dan Al-hadits agar kau dapat membangun istana di tempat penduduk yang semuanya hidup bahagia”.
“Iya aku janji...tapi kau jangan pernah ninggalin aku lagi, hidupku akan terasa ampang jika kau tak menyertaiku” kataku sambil memegang tangannya erat-erat, karena aku merasa ia akan pergi lagi untuk yang kedua kalinya. Tapi perlahan ia mulai melepaskan tanganku, ku perhatikan matanya yang sayu melambangkan sebuah kesedihan, ia mulai menjauh tapi aku berusaha mengejarnya,,, ia menjauh dan menjauh hingga ia hilang dari pandanganku dan aku gagal menemukannya. “Andy...Andy.....” teriakku hingga membuat kerongkonganku kering. Seketika itu aku menangis sesunggukan karena telah kehilangan orang yang aku cinta untuk yang kedua kalinya. “ Bangun sayang, saatnya sholat isya’ tadi Dinda sudah nggak magrib lho” terdengar bisikan mama tepat di kupingku, kemudian aku bangun dan bertanya pada mama, “ di mana Andy ma?”.” Andy siapa Din? Andyka sudah meninggal beberapa tahun silam” kata mama. “ Ya Allah, ternyata aku hanya mimpi.....dia menunjukkan sesuatu itu lewat mimpi. Aku akan menepati janjiku Di.... aku ingin membangun Istana yang kelak akan hidup bahagia denganmu” pikirku.
“ Ayo di kita sholat jamaah, papa sudah menunggu dari tadi” perintah mama memudarkan lamunanku.
“ Ok ma, siaaaaaaap!!!”
            Kini cinta telah memotivasi diriku untuk menjadi orang yang beruntung, orang yang lebih baik dari pada waktu kemarin. Karena hal di dunia ini yang paling berharga adalah waktu. Waktu tak kan bisa diputar kembali, hari kemarin adalah kenangan, sekarang kenyataan dan hari esok adalah harapan. Harapanku untuk hari esok hanyalah membangun mahligai abadi dengan cara Fastabiqul khoirot........

                                                             Selesai
                                                                                         By: Fioni Auriga

Dalam Lembah Penantian



           Hanya satu nama yang kan selalu kujaga hingga malaikat datang membawa sukmaku terbang.
 Di temani semilir angin di siang hari ini aku ingin bernostalgia bersama kenanganmu. Bersama kebahagiaan yang pernah kau berikan dalam hidupku, bersama luka yang telah kau ukir dalam tulusnya hatiku. Hingga kau buat hidupku laksana pelangi yang berwarna-warni. Kisah cinta yang dulu aku banggakan kini  hanya tinggal igauan.  
Oh...Fahri taukah kamu? Diam-diam kala cahaya telah menyala hingga dunia menjadi terang ku curi wajahmu dengan ketakutan mataku .Memandangmu sejenak cukup sebagai obat rindu yang telah lama membara. Hingga senja datang kuakan tiba dimana tempat permainanmu. Aku akan menatap wajahmu dengan penuh kasih lalu kusimpan di hati yang paling dalam. Kemudian jika malam telah tiba, kuputar kembali apa yang telah aku lihat. Lukisan wajah nan memikat yang pernah aku miliki kini telah pergi bersamaan datangnya pedih dalam hati. Aku tetap menantimu hingga pagi menyala menerangi dunia, hingga senja bergulat menjadikan dunia hitam dan sebelum pangeran itu datang membawaku terbang selamanya aku tetap menunggumu.
Ternyata bukan cuma Qois saja yang mempuyai kisah cinta yang malang. Kisah cintanya bersama Laila yang menjadikan ia gila hingga semua jazirah arab menjulukinya dengan nama majnun..Mungkin saja aku sudah gila karena cinta sehingga aku merasa ada sesuatu yang beda  pada diriku sendiri. Aku selalu melakukan apa yang tidak pernah aku lakukan. Aku benar-benar telah kehilangan diriku sendiri. Seakan diri ini menjelma menjadi orang lain, orang yang tak pernah kukenal. Tapi aku tidak terlalu mempedulikan hal itu. Menurutku cinta itu anugrah dan aku akan selalu merawatnya,memupuknya dengan sejuta kasih yang aku miliki meski hakekatnya tamanku telah tandus. Bunga-bunga itu telah kering yang kemudian gugur dan hilang diterpa angin. Aku sadar akan kenyataan pedih ini. Kenyataan bahwa ia bukan lagi milikku tapi apakah aku salah ketika aku merinduknnya? Rindu hadirnya ia di sampingku, rindu akan senyum yang selalu terurai dari bibirnya ketika berjumpa denganku, rindu akan setiap desis nafas yang berlafadzkan cinta yang ia ucapkan padaku, rindu tatapan indah yang di dalamnya aku temukan ketulusan. Semua telah hilang karena berahirnya hubungan dan sekarang rindu menjadi beban yang  membawaku dalam keterpurukan.
                                                            ***
            Sebenarnya aku tak ingin pagi ini kembali datang. Pagi yang cerah namun hatiku selalu gundah. Aku takut berjumpa dengannya meski dicelah hati yang sempit ada secuil rasa bahagia. Tiba-tiba aku melihat dia tengah duduk bersama teman-temannya. Ia sibuk dengan Hp yang berada di tangannya. Sesekali ia tertawa kecil mendengar guyonan dari teman-temannya. Aku pun ikut tersenyum melihatnya, seakan kebahagiaannya adalah kebahagiaanku juga. Tapi kali ini hatiku benar-benar hancur. Dia berjalan menuju parkir dan mataku terus mengintainya, mengawasi setiap gerak yang di lakukannya. Ia memboncengkan cewek. Cewek itu cantik, aku pun mengaku kalah dengannya. Nampaknya wajah cewek itu tidak asing lagi tapi entah siapa aku pun lupa. “ Ah, emang gue pikirin” kataku seketika, kemudiaan aku membalikkan badanku menuju kelas I.9 karena waktu telah menunjukkan pukul 9. 40. Ada jadwal mata kuliah Bahasa Indonesia pada jam itu. Ternyata sudah dosennya dan aku mengikuti proses belajar dengan baik. Tapi apa yang terjadi pada diriku? Sudah satu jam dosen menerangkan tentang konsep bahasa indonesia yang baik dan benar tapi tak satu pun kalimat yang aku pahami dari penjelasan dosen tadi. Pikiranku melayang terbang menyimpan beribu-ribu tanda tanya tentang siapa cewek yang diboncengkan Fahri tadi? Ada hubungan apa cewek tadi dengan Fahri? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya tentang mereka yang tengah memenuhi otakku. Andai waktu bisa di putar kembali aku tidak akan pernah mengulangi kesalahan itu. Langit yang semula biru kini telah berganti mejadi senja. Inilah yang aku tunggu, kala malam telah datang aku akan kembali melukis wajahnya dalam anganku. Memandang fotonya dalam monitorku. Bertemankan bintang dalam heningnya malam. Ku kisahkan sebuah cerita  dalam buku kesayanganku. Aku mulai menarikan pena di atas kertas kemudiaan kuawali dengan menuliskan kalimat basmallah. Mengabadikan semua kisah kita dalam sebuah buku diaryku meski ku sadari kisah kita telah usang dimakan waktu. Kisah yang hanya tersisa butiran-butiran airmata ketika api kerinduan dan kecemburuan terus berkobar. Kisah yang kini menjadi sejarah yang indah bila dikenang dan terasa sakit jika dipikirkan. Oh cinta...mengapa kau tak jua pergi bersama dia yang telah pergi meninggalkanku dalam kehampaan? Mengapa kau tetap bertahan dan masih bersemayam dalam hati yang dirundung kepayahan?
                                                            ***
            Mendung semakin menepis, awan pun telah pudar  menjelma menjadi hitam pekat. Sesekali terlintas cahaya kilat dengan suara  menggelegar membelah dunia. Perlahan titik-titik air mulai turun dan angin berdesis kencang menyapu dedaunan kering yang berada di taman Fakultas. Dedaunnan-dedauanan, sampah-sampah dan benda-benda ringan lainnya terus melayang tak terarah. Angin semakin kencang hingga pohon-pohon besar ikut menari dibawanya. Nyiur hijau pun tak mau kalah, ia terus melambai-lambai dan tubuhnya terpontang-panting mengikuti arah angin yang berhembus. Sedari tadi aku hanya berdiam diri terpaku dan membisu. Tapi ada satu kejadian yang membuat hatiku sembilu. Ketika mataku melirik ke kanan aku melihat mawar kesayanganku rapuh. Tangkainya patah. Bunga yang berada di pinggiran jalan perbatasan fakultas dakwah dengan fakultas syariah. Bunga yang selalu aku  nikmati dengan keindahannya serta keharumannya ketika aku tengah lari-lari sore. Sungguh tak kuasa hati ini melihatnya. Perlahan aku mulai menghampirinya, ikut berduka atas kejadian yang tengah menimpanya. Tak aku pedulikan derasnya hujan disaat itu, tak juga aku pedulikan kilatan petir saat itu. Aku terus menunduk seakan deritanya  itu adalah deritaku. Memandangnya hingga butiran-butiran airmataku menetes. Aku terus membisu seribu kata, dan tak ada satu kalimat yang ingin aku ucapkan. “ Nanti kau bisa masuk angin” suara lelaki dibelakangku yang saat itu mengayomiku dengan payung warna ungu. “Biarkan saja” kataku tak memperhatikan lelaki itu. “Air hujan adalah embun penyejuk jiwaku, mata air yang telah lama aku nanti. Sekedar penyegar dagaha yang lara. Basahlah wahai tamanku dan mekarlah wahai bungaku. Jangan kau menangis” begitu ucap lelaki itu. Aku mulai sadar, lelaki yang ada dibelakangku itu Fahri. Terdengar puisi yang dulu ia persembahkan untukku. Oh...benarkah itu dia tuhan? Atau saat ini aku hanya hidup dalam mimpi-mimpi semu? Ku tolehkan wajahku ke belakang, “Fahri?” ucapku setengah tidak percaya. Ada segelintir perasaan bahagia. Aku termenung beberapa saat, kemudian ia kembali berkata hingga membuat lamunanku pudar. “ Di sini hujan nanti kamu bisa sakit”. “Peduli apa kamu dengan kondisiku” jawabku ketus. Ya Allah...apa yang telah aku ucapkan tadi pada Fahri? kata batinku. Sejenak kami terdiam hingga akhirnya Fahri pergi meninggalkanku. Aku tercengang beberapa saat, hingga aku kembali menangis disertai perasaan ngilu yang teramat pedih. Hingga  terasa tercekat ditenggorokanku. Tiba-tiba kepalaku penat, pandanganku mulai gelap. Fahri benar-benar telah melupakanku, pikirku.
                                                            ***
            Kejadian kemarin benar-benar membuatku gundah. Rasa penyesalan terus melintas dalam angan. Ingin aku meminta maaf pada dia tapi aku malu. Aku takut, entah apa yang aku takutkan pada dia. Hari ini terasa ada sesuatu yang menganjal dalam hatiku. Mentari bersinar terang bersembunyi dibalik pepohonan mangga yang berada di pekarangan rumahku. Aku tengah duduk menikmati sang surya karena kehangatannya. Aku merenung sejenak, bagaimana aku bisa membuat Fahri kembali lagi padaku? Pertama aku akan mengoreksi diriku sendiri tentang hal-hal yang tidak disukai Fahri hingga aku akan merubah sesuatu itu menjadi hal yang ia sukai. Aku tau satu hal yang tidak ia sukai dariku, tentang penampilanku. Hal itu yang terkadang membuat kami bertengkar. Point kedua tentang sikap aku yang selama ini suka malas-malasan dan aku akan merubahnya menjadi cewek yang aktif dengan mengikuti bermacam-macam kegiatan.
“ Cha, hari ini kamu nggak ada kuliah?” tanya kak Riko, kakak kandungku.
“Kuliah kak, tapi masuk siang” jawabku singkat dan sedikit lemas setelah mendengar kata-kata kuliah. Itu berarti nanti aku akan bertemu dengan Fahri, apa yang harus aku lakukan tuhan? Jika nanti aku bertemu dengannya?
“Gimana Cha ? jadi menikah semester 5 nanti?” tanya kak Riko dengan ekspresi sedikit menahan tawanya. Kali ini aku hanya diam, 2 bulan lalu ketika kita masih pacaran kami memang berniat untuk menikah di semester besok. Hal itu kami rencanakan agar sesudah menikah nanti kami bisa menjadi pasangan yang resmi dan halal untuk menyentuh satu sama lain. Karena di lingkungan keluargaku istilah pacaran masih menjadi hal yang sangat tabu. Terkadang aku juga pengen disentuh Fahri, sekedar menggandeng tangan ketika kami tengah jalan berdua. Lain halnya dengan teman-teman kampusku yang tak lupa cipika cipiki ketika berjumpa dengan kekasih mereka. Terkadang aku juga iri tapi disisi lain aku masih takut dengan dosa. Aku adalah gadis yang baru pertama kali pacaran. Aku selalu berharap semoga dia yang terahir tapi apa lah daya tangan tak sampai.
            Jam menunjukkan pukul 8.00. Aku sengaja berangkat lebih awal dari jadwal jam kuliahku karena hari ini aku ingin berkunjung di perpustakaan Institut. Seperti yang tengah aku rencanakan tadi, aku akan jadi cewek yang cerdas, rajin dan disiplin. Setidaknya sering membaca buku adalah awal dari rencanaku itu. Pagi itu aku berjalan menyusuri trotoar dengan langkah gontai kemudian sampai di pintu perpustakaan aku melihat Fahri, demikian juga Fahri yang sempat melihatku. Astagfirullahhala’dzim dia membuang muka ketika sejenak melihatku. Tatapannya sinis seakan menandakan kebencian. Aku tersenyum kecut tapi ia tak membalas senyum dariku. Tersirat diwajahnya ada sedikit keraguan dan dalam matanya aku temukan kegalauan. Mungkin aku harus melupakan dia, pikirku. Kali ini aku berjalan menuju kelas dengan temanku Virli.
“Tau nggak kemarin aku melihat Fahri kencan sama Leli lho”
“Terus? Masalah buat gue?” jawabku sok tidak peduli padahal jauh dalam lubuk hatiku terasa sakit, kecemburuan itu terus mengobar hingga membakar jiwaku.
“ Ya...” belum sempeat Virli meneruskan penjelasannya aku terlebih memotongnya dengan mengalihkan pembicaraan lain.
“Eh, aku dapat sms dari komting nih, katanya udah ada dosennya” kataku sembari menggenggam Handphone yang ada ditanganku.
                                                            ***
            Waktu terus berputar, sudah 8 bulan ku lalui hari-hariku tanpa Fahri. Bahkan sekedar saling menyapa dan menanyakan kabar satu sama lain tak pernah kami lakukan. Sedari tadi tanganku memainkan Blacberry. Ingin sekali rasanya aku mengirimkan pesan kepada dia sekedar mengucapkan “Assalamualaika ya ahi?” tapi aku ragu. Perasaan gengsi itu kembali muncul melekat dalam diriku. Aku memang gadis yang tidak suka mengawali dalam hal demikian. Bahkan ketika aku masih pacaran dengan Fahri aku tidak pernah kirim sms duluan sebelum ia terlebih dulu mengirimkan pesan untukku. Ku buka buku kesayanganku bewarna merah jambu yang selalu aku letakkan di dekat kipas angin milikku. Aku mulai membacanya dari halaman ke halaman. Pagiku terasa kelabu tanpa senyum yang kau sunggingkan untukku, aku merindukanmu kekasih, mengapa kau pergi tinggalkanku saat cinta ini mulai merekah dengan indah? Sungguh kepergianmu menancapkan lara dalam hatiku. Aku masih disini menantimu kekasih. Aku pergi menuju suatu tempat berniat mengadu atas perasaan yang tengah menggelanyut dalam hati. Meluapkan segala tangis yang aku simpan. Di tengah ilalang aku merenung sejenak, pandanganku menunduk  suasana di tempat itu memang sunyi tak ada seorang pun yang mungkin mau singgah di tempat ini. Padahal menurutku tempat itu sangatlah indah. Tempat itu adalah ruang imajinasiku. Tempat dimana ku rangkai syair-syair tentang Fahri. Tempat yang beralaskan tanah dan beratap langit luas seakan membuatku merasa bebas dari belenggu-belenggu nestapa. Tempat yang hanya bertemankan ilalang dan nyanyian burung yang berkicauan. Ku putar lagu-lagu Sonia di mp4 milikku. Aku benar-benar menikmati syair-syair lagunya dan musiknya khas melayu. Sungguh terasa enak di dengarkan. Ku pejamkan mataku dan membiarkan angin meraba tubuhku. Suasana seperti ini harusnya aku pakai buat meditasi dengan posisi sempurna. Tapi kali ini aku hanya ingin meditasi bebas, menjangkau ketenangan yang telah lama aku rindukan. Menghapus luka, derita dan segala kepedihan. “Cha...” suara itu dengan lembut memanggil namaku.
“Fahri?” sapaku dengan tubuh gentar, jantungku berdegup kencang. Mau apa dia kemari? Batinku.
“Maafin aku Cha, hari ini aku sudah tau yang sebenarnya” kata Fahri kemudian.
“ Tau tentang apa? Kau minta maaf karena kesalahanmu yang mana?”
“Tentang kesalahanku beberapa bulan yang lalu Cha, maafin aku” kata Fahri dengan penuh penyesalan, aku pun memaafkannya dengan tulus. Hari inilah yang aku tunggu hari dimana semuanya jelas ketika ia memberikan alasannya kenapa ia meninggalkanku dulu. Hanya karena kesalahpahaman dan profokasi dari sahabatku sendiri yang membuat ia memutuskanku.
“ Sesungguhnya perbedaan itu indah jika kita mampu menyatukan dua pendapat dan membuat satu ide dari dua pemikiran. Sungguh itu akan menjadi ide yang luar biasa. Perbedaan itu tidak boleh dijadikan suatu perdebatan yang kemudian membawa kita dalam sengketa!” Kataku datar. Dari dulu sampai sekarang memang tidak pernah rukun antara organisasi yang aku ikuti dengan organisasinya Fahri. Sebab itulah dia pergi tanpa alasan karena Fahri mengira bahwa aku lah dibalik kejadian 21 oktober lalu. Tapi kini semuanya sudah jelas dan semua rahasia kebongkar sudah. Ia menatapku dan mengungkapkan isi hatinya kepadaku. Ada segumpal rasa bahagia tapi ribuan derita kembali tumbuh menyerbu hatiku. Terasa amat ngilu dan pedih! Sahabat yang sangat aku sayangi dan teramat sangat aku percaya telah menusukku dari belakang, Luka ini lebih pedih ketimbang luka yang pernah diberikan Fahri kepadaku. Ternyata benar, dihianati seorang sahabat itu terasa amat sakit dari pada dihianati seorang pacar. Pikirku. Hampir Fahri menyentuh tanganku tapi terlebih aku bilang, “jangan!”. Karena aku memang nggak mau disentuh oleh lelaki yang bukan mahromku. Sampai saat ini aku masih berpegang teguh pada prinsipku bahwa aku tidak akan pernah mau disentuh lelaki kecuali kelak suamiku. Dan aku berharap Fahri yang kelak menjadi suamiku. Yang bisa membimbingku dalam menjalani hidup dan sebagai penyempurna agamaku.
Dibawah langit biru kami saling memandang dan terpaku tanpa kata. Semesta ini menjadi saksi bisu cerita tentang kita. Semilirnya angin bersenandung merdu, ilalang terus menari-nari dibawah langit biru. Di tempat ini lagi dia mengungkapkan perasaannya padaku. Tempat yang manusia mana pun tak kan pernah singgah. Hanya ditemani burung-burung yang berkicauan dan pepohonan-pepohonan yang rindang nan lebat. “Jurang ini benar-benar jurang asmara untuk kita ya sayang?” kata Fahri pelan, aku pun mengangguk dengan wajah malu-malu. Suasana larut dalam kebahagiaan. Dalam hatiku terus berdoa semoga dialah tempat berlabuhnya cintaku.

                                                            SELESAI
By: Alia Fioni Auriga




                                               

           


AKU HANYA SEKUNTUM MAWAR


                 
Aku adalah sesuatu yang selalu diibaratkan gadis yang jelita. Padahal aku hanya setangkai mawar yang tak jua merekah. Rupaku kisut seperti nenek tua yang renta. Aku hanya setangkai mawar yang dipelihara dalam megahnya istana. Namun aku tak sebahagia ketika berada dalam luasnya taman bunga. Bisa menyanyi dan menari-nari mengikuti arah angin. Mendapat guyuran air hujan dan ketika fajar menyapa aku selalu basah oleh embun.
 Disini aku seperti terpenjara. Hidup dalam kering koronta. Aku selalu dimandikan oleh air yang sejuk namun aku tak pernah meminumnya sehingga aku tak pernah berfotosintesis. Airnya terasa sejuk namun tak jua menyejukkan hatiku yang bertahun-tahun merasakan kerinduan. Aku hanya bunga tapi aku mempunyai nyawa meskipun tak pernah berbicara dengan suara tapi lambaianku adalah kata setiap nada. Aku juga mempunyai perasaan seperti manusia. Aku mempunyai rasa cinta, kerinduan dan kehampaan. Aku tidak pernah memekarkan kembangku kecuali ketika aku tengah bahagia. Aku hanya bersedih hati karena kerinduanku tak jua dirasakan oleh Sinta. Gadis cantik yang selalu merawatku dengan air, pupuk organic ataupun non organic dan membersihkanku dari gangguan rumput-rumput kecil yang melilit akarku atau ulat-ulat yang membuat daunku cacat. Acapkali menatapku ia tersenyum dan aku selalu membalas senyumnya dengan menggoyangkan tubuhku. Ia perlahan memperhatikanku, lalu tampak guratan kesedihan terlukis diwajah ayunya sehingga kini tampak sayu. “Kapankah kau mekar wahai mawarku?” Demikian ucapnya sebelum ia meninggalkanku untuk aktifitas yang lain. Kali ini aku hanya diam. Aku adalah bunga yang mempunyai perasaan.
 Aku tidak pernah kembang jika hatiku tiada merasa bahagia. Aku sedih, Aku merindukan sebuah ketentraman dan kedamaian. Sedihku bukan karena apa-apa namun karena negaraku yang semakin rusak moralnya. Pancasila hanya sebagai dasar Negara yang tak terwujud dalam realita. Undang-undang menjadi pecundang. Banyak pemimpin yang hanya menginginkan kekuasaan dan jabatan. Korupsi semakin merajalela. Masyarakat kecil terlantarkan. Seandainya aku manusia aku ingin mengubah peradaban Indonesia. Oh, kapan kemerdekaan benar-benar aku rasakan? Hidup dalam jajahan tak terasa. Namun aku hanya setangkai mawar. Yang hanya bisa marah dengan mengatupkan bunga. Andaikan semua bunga berfikiran sepertiku mungkinkah Indonesia akan merasa kehilangan? Meskipun kita hanya sekuntum bunga yang tak seberapa jika dijual? Ah… Kau Negara tempatku dilahirkan serta dihidupkan namun tak sesuai harapan yang aku inginkan. Kekecewaan terus melanda hingga tak terasa malam telah tiba dengan berjuta-juta benda-benda angkasa yang perlahan mulai berpijar. Suara adzan mulai menggema. Astagfirullah… Aku lupa kalau ramadhan telah tiba. Hendaknya aku memikirkan agama dan juga Negara. Jangan Negara lupa agama atau sebaliknya.
Terlihat semua tampak sujud menyambut bulan suci nan berkah ini. Aku pun segera memekarkan kembangku sebagai tanda bahagiaku karena bulan suci yang dinanti-nanti telah hadir kembali. Kini aku tampak indah dan menebarkan aroma wangi pada setiap sudut istana. Sinta yang terpaku menatapku dengan wajah binarnya hingga bibirnya bergetar, “Subhanallah… Indahnya” demikian kata yang aku dengar. Aku pun bahagia mendengar ucapan Sinta. Karena keindahan yang dilihatnya tidak menjadikan ia lupa terhadap sang pencipta. Keindahan menjadikan ia berdzikir kepadaNya. Marhaban Ya Ramadhan, hanya ini yang aku persembahkan untuk menyambut kehadiranmu. Memekarkan bunga-bungaku dan menebarkan bau harum. Semoga manusia yang diciptakan sempurna bisa menyambut hadirmu dengan indah dan berproses di dalammu dengan sempurna. Aku hanyalah bunga yang tak tersampai oleh kata. Tak terucap oleh nada. Namun aku mempunyai rasa.

                        
                        Ramadhan 1433 H_Fioni

Pantai Derita


Ku ukir namamu disini, agar ia lenyap dalam lautan
            Hingga mentari redup aku tetap disini menikmati semilirnya angin dan deburan ombak yang kian menjurat jauh. Beginilah hari-hari yang terus aku jalani. Hidup tanpa cintanya membuat diriku merasa hampa.
            “Zahra” demikian wanita itu memanggilku, wanita setengah baya seumuran dengan Ibuku yang ada di seberang. Bahkan ia sudah aku anggap seperti Ibu kandungku sendiri. “Iya Bu, ada apa ibu memanggil Zahra?” Tanyaku setengah menunduk karena aku sangat menghormati wanita itu. “Ibu cuma pengen mengajakmu ke rumahnya bu Etik, hari ini kamu libur kan Zahra?”, kemudian aku pun mengangguk dan menjawab pertanyaan wanita itu, “iya Bu, kalau begitu Zahra ganti baju dulu”. Wanita itu memang baik, aku mengenalinya ketika aku berada di kota ini. Ketika aku menemukan dompet miliknya yang kemudian wanita itu berterimakasih denganku dan akhirnya wanita itu mengajakku untuk tinggal bersamanya. Di tempat itulah awal pertemuanku dengan dia, seorang cowok yang selisih umurnya 3 tahun lebih tua dariku. Ray, nama cowok yang saat itu telah menyemprotku dengan air hingga membuatku marah dan mengecap dia dengan sebutan “cowok stres”. Karena ia memang sengaja melakukannya dikiranya aku Renata sahabatnya yang dari Amrik yang pada hari itu ultah. Kemudian ia minta maaf tapi aku tak mempedulikannya bahkan aku tak akan memaafkannya.
            Hari telah berganti hingga januari kembali datang, waktu memang terlalu cepat bergulir. Tak terasa setahun sudah aku hidup di kota ini. Kota harapan mimpi-mimpiku yang telah hilang. Kekasih yang aku nantikan tak kunjung datang menjemputku. Padahal di kota ini tempat ia dilahirkan, sebenarnya cowok rese bernama Roy itu berulang kali menyatakan perasaan cintanya kepadaku. Emang bener kata pepatah jawa, tresno jalaran soko kulino tapi lain halnya denganku, aku hanya menganggap Roy sebagai kakakku sendiri karena aku sama sekali nggak punya perasaan apa-apa pada dia. Satu rasa, satu cinta dan satu hati hanya untuk dia seorang, Kent temen sekampus yang pernah menjadi kekasihku. Setahun aku menantinya di kota ini hingga ku korbankan kuliahku hanya untuk sebuah mimpi itu, mimpiku untuk memilikinya lagi dan mimpinya untukku. Kent seorang cowok yang dewasa meski selisih umur kita tidak terlalu jauh. Cowok yang ramah dan bertanggung jawab serta tidak banyak bicara. Tapi entah ada apa tiba-tiba ia berubah menjadi blagu dan sombong! Sikapnya yang tak lagi ramah dan ucapan-ucapan yang ia keluarkan juga kotor. Hingga akhirnya kita putus gara-gara perbedaan pendapat meski kami tidak beda aliran. Aliran dia sepihak dengan pemikiranku namun antara pilihanku dengan pilihannya saling bermusuhan hingga kita terbawa dalam permusuhan itu. Kami adalah korban dari perbedaan tapi tidak aku pungkiri bahwa diam-diam aku juga berpihak pada alirannya dari pada komunitasku sendiri. Tapi aku hanya berdiam diri karena aku pun sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tidak akan pernah menghianati sesuatu yang telah aku pilih.
                                                            ***
            Di pantai ini aku kembali mengadu, menangisi atas luka-luka nestapa. Penantianku hanyalah sia-sia belaka, sampai kapan pun dia tak kan pernah mengerti bahwa aku mencintainya dengan tulus. Rasa ini masih sama seperti dulu, mengalir indah bersama mimpi-mimpiku. Dan hayalanku hidup bersamanya yang kemudian kita bisa membangun mahligai indah karena cinta. Tapi impian-impian itu telah hancur, dan kini hatiku telah layu laksana kilatan petir telah menyambar diriku. Hingga semua sirna dan tenggelap ketika senja datang. Kenyataan ini begitu pahit. Kent cowok yang telah lama aku nanti kini telah punyai kekasih baru. Berita itu aku dapatan dari temanku yang ada di seberang. Mungkin saatnya aku harus membuka pintu hatiku untuk yang lain dan membuka mataku lebar bahwa dia bukan lagi untukku. Rey, mungkin dialah pelipur lara. Semenjak itu aku mulai menerima kenyataan bahwa sebenarnya cinta itu tidak buta tapi memahami. Aku mulai mencintai Rey hampir 12 jam Rey selalu ada untukku. Hari-hariku kini seakan kembali ceria seperti dulu meski aku merasa lebih bahagia bersama Kent dari pada bersama Rey.  Meskipun demikian aku tetap bahagia dengan sikap Rey yang selalu mendahulukan diriku dari pada dirinya sendiri. Status kita hanya teman karena aku belum menjawab perasaan yang 8 bulan lalu ia ungkapkan padaku. Hingga beberapa bulan kemudian rasa ini mulai tumbuh dengan indah. Dia mampu meluluhlantahkan diriku dengan perhatiaanya dan sikapnya memanjakanku. Aku suka cara dia menyikapiku saat aku marah,aku suka cara dia menegurku kala aku salah. Tapi lagi-lagi aku gagal dan kecewa pada Rey. Tanpa aku ketahui selama ini Rey adalah kakak kandungnya Kent. Kent kembali datang dalam hidupku hingga aku merasakan kebimbangan. Mana yang harus aku pilih? Rey atau Kent? Rey adalah cowok yang hadir disaat aku membutuhkan hangatnya kasih sayang sementara Kent adalah cowok yang aku nanti hingga aku korbankan semuanya. Sejujurnya aku masih mencintai Kent tapi apa jadinya jika aku memilihnya? Rey adalah kakak kandung dari mantan pacarku Kent, Kent adalah teman sefakultasku. Apa jadinya jika aku memilih Rey? Dan apa jadinya jika aku menuruti egoku untuk memilih Kent?  Hingga akhirnya aku tuliskan surat untuk Rey sebelum aku pergi dari kota ini;
Tentang cinta yang kau ucap dan kehidupan akan menjadi kelabu jika aku memilihmu. Satu kata maaf cukup menjelaskan seluruh perasaan yang aku miliki. Aku mencoba berpegang teguh pada prinsip yang telah aku tulis dalam buku harianku.
            Aku akan pergi dari kehidupan  mereka. Aku juga akan pergi dari kota ini dan aku akan pergi dari kota kenanganku bersama Kent. Aku akan pergi jauh dari kehidupan mereka. Mereka terlalu berharga untukku hingga aku tak mampu menyakiti mereka. Aku sayang mereka dan inilah caraku menyayangi mereka. Sampai kapanpun aku tak akan pernah melupakanmu Kent. Cintaku selamanya hanya untukmu, dan perlu kau tau aku selalu datang ketika mentari mulai tenggelam. Ku ukir namamu di atas pantai ini yang kemudian namamu akan tersapu oleh deburan ombak. Itulah harapanku Kent, harapan bisa melupakanmu dan menghapus segala tentangmu dari hatiku.
                                                            SELESAI
By: Fioni Auriga