Blogroll

Sabtu, 22 September 2012

AKU HANYA SEKUNTUM MAWAR


                 
Aku adalah sesuatu yang selalu diibaratkan gadis yang jelita. Padahal aku hanya setangkai mawar yang tak jua merekah. Rupaku kisut seperti nenek tua yang renta. Aku hanya setangkai mawar yang dipelihara dalam megahnya istana. Namun aku tak sebahagia ketika berada dalam luasnya taman bunga. Bisa menyanyi dan menari-nari mengikuti arah angin. Mendapat guyuran air hujan dan ketika fajar menyapa aku selalu basah oleh embun.
 Disini aku seperti terpenjara. Hidup dalam kering koronta. Aku selalu dimandikan oleh air yang sejuk namun aku tak pernah meminumnya sehingga aku tak pernah berfotosintesis. Airnya terasa sejuk namun tak jua menyejukkan hatiku yang bertahun-tahun merasakan kerinduan. Aku hanya bunga tapi aku mempunyai nyawa meskipun tak pernah berbicara dengan suara tapi lambaianku adalah kata setiap nada. Aku juga mempunyai perasaan seperti manusia. Aku mempunyai rasa cinta, kerinduan dan kehampaan. Aku tidak pernah memekarkan kembangku kecuali ketika aku tengah bahagia. Aku hanya bersedih hati karena kerinduanku tak jua dirasakan oleh Sinta. Gadis cantik yang selalu merawatku dengan air, pupuk organic ataupun non organic dan membersihkanku dari gangguan rumput-rumput kecil yang melilit akarku atau ulat-ulat yang membuat daunku cacat. Acapkali menatapku ia tersenyum dan aku selalu membalas senyumnya dengan menggoyangkan tubuhku. Ia perlahan memperhatikanku, lalu tampak guratan kesedihan terlukis diwajah ayunya sehingga kini tampak sayu. “Kapankah kau mekar wahai mawarku?” Demikian ucapnya sebelum ia meninggalkanku untuk aktifitas yang lain. Kali ini aku hanya diam. Aku adalah bunga yang mempunyai perasaan.
 Aku tidak pernah kembang jika hatiku tiada merasa bahagia. Aku sedih, Aku merindukan sebuah ketentraman dan kedamaian. Sedihku bukan karena apa-apa namun karena negaraku yang semakin rusak moralnya. Pancasila hanya sebagai dasar Negara yang tak terwujud dalam realita. Undang-undang menjadi pecundang. Banyak pemimpin yang hanya menginginkan kekuasaan dan jabatan. Korupsi semakin merajalela. Masyarakat kecil terlantarkan. Seandainya aku manusia aku ingin mengubah peradaban Indonesia. Oh, kapan kemerdekaan benar-benar aku rasakan? Hidup dalam jajahan tak terasa. Namun aku hanya setangkai mawar. Yang hanya bisa marah dengan mengatupkan bunga. Andaikan semua bunga berfikiran sepertiku mungkinkah Indonesia akan merasa kehilangan? Meskipun kita hanya sekuntum bunga yang tak seberapa jika dijual? Ah… Kau Negara tempatku dilahirkan serta dihidupkan namun tak sesuai harapan yang aku inginkan. Kekecewaan terus melanda hingga tak terasa malam telah tiba dengan berjuta-juta benda-benda angkasa yang perlahan mulai berpijar. Suara adzan mulai menggema. Astagfirullah… Aku lupa kalau ramadhan telah tiba. Hendaknya aku memikirkan agama dan juga Negara. Jangan Negara lupa agama atau sebaliknya.
Terlihat semua tampak sujud menyambut bulan suci nan berkah ini. Aku pun segera memekarkan kembangku sebagai tanda bahagiaku karena bulan suci yang dinanti-nanti telah hadir kembali. Kini aku tampak indah dan menebarkan aroma wangi pada setiap sudut istana. Sinta yang terpaku menatapku dengan wajah binarnya hingga bibirnya bergetar, “Subhanallah… Indahnya” demikian kata yang aku dengar. Aku pun bahagia mendengar ucapan Sinta. Karena keindahan yang dilihatnya tidak menjadikan ia lupa terhadap sang pencipta. Keindahan menjadikan ia berdzikir kepadaNya. Marhaban Ya Ramadhan, hanya ini yang aku persembahkan untuk menyambut kehadiranmu. Memekarkan bunga-bungaku dan menebarkan bau harum. Semoga manusia yang diciptakan sempurna bisa menyambut hadirmu dengan indah dan berproses di dalammu dengan sempurna. Aku hanyalah bunga yang tak tersampai oleh kata. Tak terucap oleh nada. Namun aku mempunyai rasa.

                        
                        Ramadhan 1433 H_Fioni

0 komentar:

Posting Komentar